Medan,asatupro.com-Kebijakan Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), mengenai masa tugas Pendamping dan Tenaga Ahli Desa dinilai sudah sangat jelas dan teratur. Namun, aturan yang baik harus diimbangi dengan implementasi dan evaluasi yang tegas di lapangan. Hal ini ditegaskan oleh Pengamat Kebijakan Publik, Ikwal Pasaribu, dalam pernyataannya di Medan, hari ini.
Pasaribu yang berasal dari Pematang Siantar mengingatkan bahwa kehadiran Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping Desa, hingga Tenaga Ahli di level kabupaten dan provinsi memiliki misi strategis, yaitu memastikan Dana Desa dan program pembangunan desa lainnya berjalan efektif, transparan, dan tepat sasaran. Khususnya di daerah daerah Provinsi Sumatera Utara.
"Aturan main dari pusat sudah jelas dan harus kita dukung. Namun, yang sering menjadi masalah adalah implementasinya di daerah. Pemerintah Provinsi Sumut dan pemerintah kabupaten/kota harus berani tegas dan objektif dalam mengevaluasi kinerja para pendamping ini. Jangan sampai di tanah kita sendiri, posisi-posisi strategis ini hanya menjadi 'Proyek Abadi' yang menghabiskan anggaran tanpa memberikan dampak nyata bagi kemajuan desa-desa kita, dari Tapanuli sampai Nias," tegas Pasaribu.
Lebih lanjut, Pasaribu memaparkan beberapa poin kritis yang harus menjadi fokus evaluasi:
Dampak Nyata di Desa: Evaluasi harus mengukur sejauh mana kinerja Pendamping dan Tenaga Ahli mampu meningkatkan kapasitas perangkat
desa, memperkuat tata kelola keuangan
desa, serta mendorong inisiatif pembangunan yang partisipatif dan berkelanjutan.Kompetensi dan Komitmen: "Jangan sampai yang terjadi adalah penempatan orang yang tidak kompeten hanya karena pertimbangan politis. Evaluasi harus ketat menyangkut kemampuan teknis, pemahaman terhadap kondisi sosial budaya
desa, dan yang terpenting, komitmen untuk memandirikan
desa," ujarnya.Akuntabilitas Publik: Kinerja para pendamping ini harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan, tidak hanya kepada pemerintah atasannya, tetapi juga kepada masyarakat
desa sebagai penerima manfaat langsung.
Pasaribu menegaskan bahwa esensi dari pendampingan adalah memicu kemandirian. Jika sebuah desa setelah didampingi dalam beberapa periode justru semakin bergantung dan tidak mampu menjalankan fungsinya secara mandiri, maka itu adalah indikasi kegagalan dari sistem pendampingan itu sendiri.
"Tegas dalam evaluasi berarti memberikan reward and punishment yang jelas. Bagi yang berprestasi dan memberikan dampak signifikan, dapat dipertimbangkan untuk pengembangan lebih lanjut. Sebaliknya, bagi yang kinerjanya tidak memenuhi standar, harus ada mekanisme penggantian atau penghentian tugas tanpa kompromi. Ini penting untuk memastikan Dana Desa yang triliunan rupiah itu menyentuh kebutuhan warga dan memajukan desa-desa kita di Sumut." pungkas Ikwal Pasaribu.
Dengan evaluasi yang tegas dan objektif, diharapkan keberadaan Pendamping dan Tenaga Ahli Desa dapat benar-benar menjadi motor penggerak pembangunan desa yang berkelanjutan di Sumatera Utara.